ABOUT ME

Sabtu, 02 November 2019

Tugas 3

1. Kepala Daerah Blitar
Drs. Rijanto, M.M. Bupati Blitar menjabat pada periode 2016-sekarang.
Herry Noegroho, S.E. M.H. Bupati Blitar menjabat pada periode 2006-2016.
M. Samanhudi Anwar Walikota Blitar menjabat pada periode 2010-sekarang.
2.Bagaimana mereka mendapatkan dan menggunakan kekuasaannya?
Berbicara mengenai bagaimana mendapatkan dan menggunakan kekuasaan, tentu itu menjadi hal yang sangat tidak mudah. Membangun citra publik yang baik itu menjadi unsur penting apalagi dengan hadirnya teknologi maka segala sesuatu yang baik maupun yang buruk akan cepat tersampaikan kepada seluruh masyarakat. Untuk itu mereka harus selalu berhati-hati dalam setiap tindakan agar tindakannya pun tidak merugikan oranglain. Menurut penulis dari ketiga kepala daerah yang dikenalnya, mereka bisa mendapatkan kekuasaan karena sebelum menjadi pemimpin mereka sudah terlihat dimata masyarakat sebab memang mereka pasti sudah pernah menjabat menjadi orang-orang penting di daerahnya seperti wakil bupati maupun ketua dprd dan lain sebagainya. Terkait penggunaan kekuasaan yang dimiliki tentunya mereka tidak mementingkan diri sendiri mereka selalu memikirkan bagaimana nasib masyarakatnya.
3. Mereka berada pada level kepemimpinan berapa?
Membahas mengenai level kepemimpinan, level kepemimpinan sendiri memeliki 5 level/tingkatan, yaitu:
Position, pada level ini seseorang akan mengikuti pemimpinnya karena mereka harus dan tidak ada pilihan yang lain.
Permission, pada level ini seseorang percaya kepada pemimpinnya dan akan mengikuti perintah yang diberikan secara sukarela karena mereka ingin dan menikmatinya.
Production, pada level ini seseorang mampu memberi pengaruh dan memiliki kredibilitas yang baik sehingga dapat menyelesaikan semua pekerjaan yang baik, tujuan dapat tercapai, moral dari anggotanya akan meningkat.
People Development, pada level ini seorang pemimpin memiliki kemampuan untuk memberdayakan anggotanya.
Pinnacle, pada level ini mereka adalah pemimpin yang menghabiskan waktunya untuk membentuk pemimpin yang akan membentuk pemimpin lainnya.
Berdasarkan penjabaran level kepemimpinan diatas, menurut penulis para kepala daerah yang telah disebutkan, bahwa para kepala daerah tersebut berada pada level kepemimpinan yang ke-4. Karena para pemimpin itu telah mampu memberdayakan para masyarakatnya, pada level 4 ini juga berokus pada pengembangan masyarakat sebab tidak mungkin melatih semua orang untuk menjadi pemimpin.
4. Sebelum menjadi pemimpin beliau menjadi apa?

  • Rijanto

Di lihat dari riwayat pekerjaan Rijanto merupakan seseorang yang memang berkiprah di pemerintahan, tidak ada riwayat beliau yang menjadi seorang pengusaha. Karena mulai pada tahun 1984 beliau menjabat sebagai camat hingga berakhir pada tahun 1995 dengan tiga daerah yang berbeda. Beliau juga pernah menjadi direktur utama di PDAM Kabupaten Blitar, hingga menjadi kepala kantor Satpol PP Kabupaten Blitar pun beliau juga pernah. Sekitar tahun 2007 Rijanto menjabat sebagai Kepala Dinas Pendidikan Dan Kebudayaan Kabupaten Blitar dan dilanjutkan pada tahun 2009 beliau menjadi Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Blitar. Lalu pada tahun 2011-2015 Rijanto menjabat sebagai Wakil Bupati Blitar beliau mendampingi Herry Noegroho sebagai bupati Blitar pada saat itu. Pada akhirnya pilkada tahun 2016 Rijanto mencalonkan diri sebagai bupati Blitar, karena kepercayaan masyarakat sudah tertanam sejak beliau masih menjadi wakil bupati maka pada saat itu masyarakat masih memberi kepercayaan Rijanto untuk menjadi bupati Blitar hingga saat ini.

  • HerryNoegroho

Setelah sang ayah meninggal pada tahun 1983 menyebabkan Herry membatalkan keberangkatannya untuk diangkat dan bertugas sebagai pegawai negeri sipil. Herry harus melanjutkan tongkat estafet usaha perkebunan dan menjadi Direktur PT. Harta Mulia. Seiring perkembangan perusahaan, rencana ekstensifikasi usaha diwujudkan dengan mendirikan PT. BPR Harta Raya Cipta Mulia pada tahun 1992. Diperusahaan baru ini Herry menjabat sebagai Komisaris. Herry juga sempat membuat peternakan ayam tapi tidak berjalan lancar hingga akhirnya ditutup. Beliau juga sempat mendirikan usaha jasa konstruksi pada tahun 1985 namun juga mengalami kegagalan. Pada pemilu tahun 1999 Herry mewakili partai Golkar untuk duduk dikursi DPRD, namun beliau hanya menjabat selama setahun saja. Lalu beliau melepas semua jabatannya di beberapa perusahaan dan mengundurkan diri dari kursi DPRD sebab pada tahun 2001 Herry menjadi Wakil Bupati Blitar. Herry juga sempat menjadi pejabat sementara bupati karena pada tahun 2004 bupati Blitar dan beberapa pejabat lainnya terjerat kasus korupsi. Pada akhirnya beliau mencalonkan sebagai bupati pada tahun 2006 akan tetapi pada pencalonan ini Herry membawa bendera PDI Perjuangan. Karena kepercayaan masyarakat kepada Herry sebagai kepala daerah pada periode berikutnya Herry masih menjabat sebagai bupati blitar hingga berakhir pada tahun 2016.

  • M. Samanhudi Anwar

Berbicara mengenai walikota Blitar tidak banyak yang penulis ketahui. Samanhudi dikenal sebagai tokoh Nahdatul Ulama, seperti orangtuanya yang menjadi ketua Tanfidziyah NU. Beliau menjabat sebagai walikota selama 2 kali periode, dari pilkada tahun 2010 Samanhudi menang telak. Lalu pada pilkada tahun 2016 beliau juga masih memiliki suara terbanyak, sebab memang semasa kepemimpinannya Samanhudi bisa membuat masyarakat Kota Blitar merasakan kesejahteraan sosial yang sesungguhnya, mulai dari pendidikan yang memang benar-benar gratis bahkan semua siswa-siswi yang domisili asli Kota Blitar mendapatkan berbagai peralatan sekolah. Sebelum menjadi walikota 2 periode Samanhudi sempat menjadi Ketua DPRD Kota Blitar. Namun ada hal yang mengecewakan semasa beliau menjabat sebagai walikota yaitu beliau terjerat kasus korupsi.
Tugas 2

1. Pemimpin yang harus merebut dan mempertahankan panggungnya
Setiap orang pasti ingin menjadi seorang pemimpin ataupun penguasa, akan tetapi untuk menjadi seorang pemimpin itu sangat tidak mudah banyak kriteria yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Yang paling utama pemimpin harus memiliki sifat kepemimpinan yang artinya kemampuan atau kekuatan dalam diri seseorang untuk mempengaruhi orang lain dalam hal bekerja, dengan tujuan agar mencapai target organisasi yang telah ditentukan dan tentunya seorang pemimpin juga harus memiliki sifat karismatik.
Dengan adanya kemajuan teknologi, seseorang yang ingin menjadi pemimpin memiliki tantangan tertentu, seperti bagaimana seseorang tersebut membangun citra publik, meningkatkan elektabilitasnya, mensosialisasikan dirinya, sehingga pada akhir membangun sebuah “brand politik” hal ini perlu dilakukan sebab dengan masyarakat yang sekarang sudah cerdas, akan tidak efektif lagi apabila digiring melalui arus politik karena telah dipengaruhi oleh persepsi dari setiap individu. Maka dari itu seseorang yang ingin menjadi pemimpin harus berlomba-lomba membangun persepsi publik yang baik bagi masyarakat, dengan persepsi baik tersebut maka akan lebih mudah seseorang yang ingin menjadi pemimpin untuk merebut kursi kekuasaan tersebut.
Berbicara mengenai kekuasaan, seorang pemimpin dalam proses mendapatkan, mempertahankan atau merebut kekuasaan tersebut, tidaklah semudah yang dibayangkan, diperlukan sebuah seni untuk mempengaruhi orang lain, sebab masyarakat yang menentukan siapa yang berkuasa, sehingga seseorang yang ingin menjadi pemimpin harus mampu memenangkan hati masyarakat. Maka dari seorang pemimpin harus berhati-hati dalam bertindak, jangan melakukan perbuatan tercela seperti korupsi dan juga jangan sampai perilaku pemimpin merugikan orang lain. Terlebih lagi seorang pemimpin menjadi tokoh publik, harus bisa menjadi teladan yang baik untuk para masyarakatnya.


2. Pemimpin yang harus membayar janjinya
Seorang pemimpin yang baik tidak akan pernah ingkar janji, sebab janji harus dipertanggungjawabkan atau dibuktikan, apabila tidak maka urusannya bukan hanya duniawi saja karena di akhirat pun akan tetap dipertanggungjawabkan. Yang namanya pemimpin pasti akan tetap mengucapkan janji baik secara sadar ketika menerima amanah jabatan atau pada saat pelantikan, maupun janji yang dilontarkan secara langsung kepada masyarakat dengan melalui lisannya sendiri.
Keidealan seorang pemimpin harus ditopang sepenuhnya dengan sifat amanah, sebab keamanahan seorang pemimpin menjadi landasan dasar bagi kebaikan dan kemuliaan seorang pemimpin. Pemimpin yang amanah akan menghadirkan langkah dan kebijakan yang lebih baik untuk kedepannya. Karena seorang pemimpin telah diberi kepercayaan oleh masyarakat maka dari itu pemimpin harus benar-benar menjaga kepercayaan itu dengan membayar atau menepati semua janji-janji yang telah diucapkan oleh pemimpin, dan tidak seharusnya ingkar janji kepada masyarakat.


 3.Pemimpin yang harus memperhatikan partainya sekaligus konstituennya
Partai politik merupakan sarana partisipasi politik warga negara Indonesia. Kedudukan partai politik sendiri merupakan pilar demokrasi, peran partai politik dalam sistem perpolitikan nasional merupakan wadah seleksi kepemimpinan nasional dan daerah. Maka dari itu begitu pentingnya seorang pemimpin harus memperhatikan partainya, karena memang pemimpin itu lahir dari partai. Partai politik yang telah memberikan pendidikan terkait politik kepada pemimpin-pemimpin politik dan melakukan pengkaderan kepada mereka. Citra publik partai politik ini masih dipandang buruk maka dari itu seseorang yang kini telah menjadi pemimpin harusnya bisa menjadi pemimpin yang baik agar partai politik pun juga terlihat baik karena telah berhasil mendidik anggotanya.
Semakin besar konstituen yang mendukung dalam pemilihan umum, maka semakin besar pula partai tersebut mempunyai akses dan aset kekuasaan, dan semakin kuat pengaruhnya di publik. Maka dari itu jangan sampai jika sudah menjadi pemimpin lalu lupa kepada partai politiknya yang telah memberikan pendidikan politik, konstituen yang telah memberi akses dalam pencapaian kekuasaan serta kepada masyarakat yang telah mempercayai dan memilih mereka sebagai pemimpinnya.
Tugas 1

Dinamika kepemimpinan di Indonesia berubah-ubah sesuai dengan kondisi sosial politik zamannya. Dalam sejarah kepemimpinan orde baru terdapat tiga kekuatan besar dalam pemerintahan yakni ABRI, Partai GOLKAR dan Birokratnya. Dalam hal ini, ketiga kekuatan tersebut menjadi kunci lamanya orde baru berdiri selama kurang lebih 32 tahun. Artinya bahwa peran salah satu pilar seperti birokrat sangat mencolok dimana secara sistematis memiliki kuasa atas pelayanan publik. Dalam hal ini, posisi birokrat dapat dikatakan sebagai penindas rakyat dalam zona birokrasi yang rumit. Atau dengan kata lain menggunakan kekuasaannya untuk mempengaruhi pelayanan publik dalam hal administrative. Posisi birokrat yang sedemikian disesuaikan dengan peluang yang bisa mereka dapat dalam corak kepemimpinan kerajaan dimana terdapat pembagian kekuasaan yang mana dapat digunakan untuk menindas yang lain dalam hal pelayanan publik. Sehingga dapat dikatakan bahwa peran birokrasi saat itu sangat tidak efektif untuk mengurusi pelayanan publik sebab penuh akan kepentingan golongan para birokrat. Penyalahgunaan kekuasaan yang digunakan sangat merugikan masyarakat. Artinya bahwa menjadi hal yang sangat sulit untuk berurusan dengan birokrat saat itu.

Perbedaannya sangat mencolok dengan yang terjadi setelah runtuhnya kekuasaan orde baru. Dimana saat itu, terdapat perubahan secara besar-besaran dalam hal pembuatan undang-undang yang mengatur tetang tugas dan fungsi birokrat. Dengan kata lain saat awal reformasi sudah terjadi perubahan ke arah good governance. Perubahan yang terjadi memang tidak signifikan. Namun, setidaknya sudah beranjak ke tahapan pelayanan publik yang lebih baik karena sudah disertakan undang-undang yang mengaturnya. Dari sisi lain perbedaannya juga terdapat dalam hubungan antara pemerintahan daerah dan pemerintah pusat dimana pada era orde baru kecenderungannya sangat sentralistik. Artinya bahwa pemerintah pusat memegang kendali penuh terhadap jalannya sebuah pemerintahan pusat dan juga daerah. tidak ada pembagian yang signifikan dalam hal tupoksi kekuasaan. Hal ini yang membuat setiap daerah pada zaman orde baru sangat tidak berkembang dalam kaitanya dengan potensi daerah. pada saat reformasi. Presiden B.J Habibie mencanangkan tentang sistem pembagian wewenang antara pemerintahan pusat dan daerah atau dengan kata lain desentralisasi. Untuk mewujudkan hal tersebut akhirnya dibuatlah paket undang-undang tahun 1999 yang berisikan tentang pemerintahan daerah dimana di dalamnya diamatkan otonomi daerah yang kemudian mengalami kesempurnaan melalui UU No. 32 tahun 2014. Dengan adanya pembagian kewenangan tersebut peran kepala daerah lebih efektif untuk membangun rumah tangga daerah sendiri tanpa ada kekwatiran dalam menjalankan tugasnya. Sehingga perwujudan otonomi daerah benar-benar bisa dijalankan dengan baik. Artinya perbedaan mencolok dalam kesuksessan kepala daerah ditentukan melalui regulasi tentang otonomi daerah dimana peran pemerintah daerah telah diatur dengan jelas sedangkan dalam era orde baru peran sentralistik pemerintah pusat sangat tidak mengefektifkan kerja kepala daerah.

Seperti telah ditegaskan di atas bahwa regulasi dan sistem sosial politik antara orde baru dan juga pasca reformasi sangat mempengaruhi gaya kepemimpinan. Orde baru seperti yang dipelajari sejarah bahwa sangat represif dan otoriter. Artinya gaya kepemimpinan dengan menggunakan tiga kekuatan besar yakni ABRI, Birokrasi dan GOLKAR telah mempengaruhi kekuasaan saat itu. Dimana pemerintah betul-betul hadir dan mengaminkan praktik korupsi, kolusi dan nepotisme yang begitu marak terjadi saat itu. Pendekatan militeristik yang terjadi betul-betul menjadi catatan sejarah yang penting untuk dikenang sebuah sebuah dinamika bernegara yang buruk. Reformasi yang terjadi pada tahun 1998 yang dipelopori oleh mahasiswa dalam menumbangkan rezim otoritarianisme. Di masa awal reformasi gaya kepemimpinan B. J Habibie lebih menekankan pada perbaikan sistem pemerintahan. Namun, kendala dan pergolakan yang terjadi salah satunya menyebabkan berpisahnya Timor Timur dari Indonesia. Hal tersebut menjadi salah satu penilaian sidang tahunan MPR yang kemudian memakzulkan posisi presiden B.J Habibie. Ketidakstabilan politik sebagai bentuk warisan orde baru menggerogoti kepemimpinan B.J Habibie. Kekuatan politik Habibie masih belum kuat berpengaruh dalam mempertahankan posisinya. Tipe kepemimpinan ini berdasarkan teori kepemimpinan menegaskan bahwa kepemimpinan itu tidak dilahirkan melainkan diciptakan. Jadi dapat disimpulkan kinerja birokrasi ditentukan pada kecakapan pemimpinnya. Pada masa reformasi tidak jauh berbeda jika dibandingkan dengan kinerja birokrasi pada masa orde baru, namun sudah lebih baik, dilihat dari perkembangan yang didapatkan perbaikan kinerja birokrasi dari masa orde baru,  namun masih adanya kecenderungan dari aparat yang kebetulan memperoleh kedudukan atau jabatan strategis dalam birokrasi, terdorong untuk bermain dalam kekuasaan dengan melakukan tindakan KKN, serta masih kautnya kultur birokrasi yang menempatkan pejabat birokrasi sebagai penguasa dan masyarakat sebagai pengguna jasa sebagai pihak yang dikuasai, bukannya sebagai pengguna jasa yang seharusnya dilayani dengan baik.

Dalam hal ini, titik utama yaitu pada kualitas pemimpin. Selain itu juga, terdapat teori tentang keperilakuan. Artinya bahwa dalam hal ini, aspek perilaku pemimpin menjadi tolak ukur pertama yang dapat menjadi patokan dimana pemimpin diciptakan untuk memberikan teladan kepada yang dipimpinnya. Hal tersebut menjadi sebuah keharusan. Jika dikaitkan dengan pola kepemimpinan orde baru, tentunya sangat tidak sesuai jika dihubungkan dengan aspek perilaku. Karena otoritarianisme yang ditunjukan oleh Suharto sangat membatasi kebebasan dalam berdemokrasi. Dengan demikian, reformasi sedikit mengubah pola pendekatan perilaku yang kemudian tidak bisa diterjemahkan oleh forum MPR saat itu yang kemudian menjadi akhir dari pengabdian B.J Habibie sebagai presiden RI. Dalam teori partisipasi, pemimpin membuka peluang bagi siapa pun warganya untuk bisa berpartisipasi dalam penyampaian aspirasi ataupun lainnya. Hal tersebut sebagai penerapan dari teori pendekatan bottom up dimana pemimpin mengartikulasikan pendapat dari rakyatnya agar tercapainya keseimbangan dalam pengambilan kebijakan yang diperlukan dalam pemecahan masalah.

Keterkaitan antara teori tentang kepemimpinan dapat menjadi landasan dalam menginterpretasi makna dari menjadi pemimpin. Artinya integritas seorang pemimpin ditentukan ketika ia bisa menyelesaikan masalah dengan kebijakan yang teguh. Gaya pendekatan menjadi penentu dalam mennetukan kebijakan yang dapat diambil. Pemimpin harus mempunyai intensi dan atensi dalam menerapkan kepemimpinan. Hal tersebut berpengaruh terhadap gaya kepemimpinan. Keduanya tidak dapat dipisahkan melainkan saling menguatkan satu sama lain. Kepemimpinan orde baru adalah kepemimpinan yang menerapkan itensi dan atensi yang keliru sehingga menggunkana pendekatan represif yang kemudian mengubah cara pandang orang terhadap arti dari kepemimpinana. Berbeda dengan gaya pasca reformasi. Kekhasan pendekatan Habibie dalam menggugah trauma akan orde baru tetap menjadi sebuah tantangan yang sulit karena belum memiliki basis dukungan yang kuat dalam tubuh pemerintahan. Gaya kepemimpinan menentukan sekali dalam situasi sesulit apapun. Bergantung dari kepiawaian pemimpin dalam bijak berpikir dan cerdik dalam bertindak.